Beranda News

Wangsit untuk Titiek Soeharto

Wangsit untuk Titiek Soeharto

JAKARTA, Pelitajakarta.com – Pasca penetapan status tersangka terhadap Setya Novanto yang berlanjut tragedi tertangkapnya dia oleh KPK, partai Golkar seakan turut jadi bulan-bulanan. Langkah Golkar untuk menggelar Munas Luar Biasa demi mengganti pimpinan baru, oleh banyak kalangan lantas disoroti dengan ‘embel-embel’ arahan agar memperbaiki citra dan mengembalikan ruh awal partai berlambang pohon beringin ini.

Romo Harie, seorang budayawan yang juga praktisi spiritual Jawa, sekaligus Ketua Paguyuban Bawono Toto, menurunkan tulisan di sebuah situs, dengan judul Cokro Mangilingan, Sejarah yang Berulang.

Dalam tulisan itu, Romo Harie mengawali tulisan dengan kalimat: “Tugas yang harus diembang mbak Titiek tentu sangat strategis, karena harus membawa bangsa Indonesia, agar semakin kokoh dan kukuh, yaitu pikukuhing negoro nuswantoro.”

Praktisi kebatinan ini menyelipkan kilas balik bagaimana Soedjono Hoemardani sebagai tokoh spiritual Jawa (kejawen) pada malam Jumat pahing, bulan Desember 1963, menerima dawuh atau petunjuk di petilasan Majapahit Trowulan, Mojokerto. Petunjuk itu menyebutkan bahwa Soeharto mendapat amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, untuk memimpin bangsa Indonesia dalam ranga ‘Gumolong Ing Karyonak Tyasing Sesomo. Istilah ini kemudian disingkat menjadi Golkar, yang kini menjelma menjadi sebuah partai politik besar yang sangat diperhitungkan.

Terkait dinamika politik yang tengah dialami partai Golkar saat ini, Romo Harie pun seakan mendapat bisikan petunjuk di waktu yang sama 54 tahun kemudian.

Pada malam Jumat pahing yang lalu, saat melakukan ritual laku kungkum di kali tempuran, Gadog, Boggor, ia menerima petunjuk Tuhan YME, bahwa sudah saatnya Titiek Soeharto menerima ‘amanah’ dari Pak Harto.

“Diawali dengan itikad baik, dan niat suci melanjutkan amanah leluhurnya, dan berdasarkan kasunyatan (ridho Allah), semoga melalui Golkar, mbak Titiek akan membawa bangsa ini menjadi damai dan sejahtera secara merata, sesuai dengan Pancasila dan UUD 45,” ungkap Romo Harie mengakhiri tulisannya.