Pelitajakarta.com – Selatan Thailand merupakan salah satu wilayah yang berada di bahagian selatan dari negara Thailand, dan merupakan salah satu wilayah yang masih diterapkan Undang-undang Darurat Militer atau lebih dikenali dengan panggilan Daerah Operasi Militer.
Menurut pandangan organisasi dunia seperti Human Rights Watch (HRW) mengatakan hukum Darurat Militer (DM) digunakan sebagai alat politik untuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dan menghancurkan kebebasan politik dari pihak lawan.
Baru-baru ini media Malaysia mengeluarkan berita pada (10/12/2021), bahwa rundingan damai diantara Pemerintah Thailand dengan Barisan Revolusi Nasional Melayu Patani (BRN) akan dilanjutkan secara bersuamuka pada bulan depan (Januari 2022) di Kuala Lumpur, Malaysia.
Rundingan damai ini di tangani oleh negara Malaysia sebagai fasilitator, dan Tan Sri Rahim Mohd Nor selaku bekas ketua polis negara Malaysia yang berperang dalam penyelesaian konflik yang berpanjang di Selatan Thailand.
Jeneral Wanlop Rugsanaoh, mewakili pemerintah Thailand dalam rundingan damai Selatan Thailand akan mencari resolusi penyelesaian secara damai yang berkekalan untuk menamatkan konflik yang berpanjangan beberapa dekad di wilayah tersebut.
Sebelumnya, rundingan damai Selatan Thailand secara bersemuka sempat tergendala apabila pintu sempadan Thailand – Malaysia ditutup akibat dari pandemik COVID-19, dengan situasi yang semakin pulih rundingan damai akan dilanjutkan secara bersemuka kembali.
Anas Abdulrahman, sebagai ketua redigasi BRN dalam rundingan damai yang benar-benar bertolak dari nilai kejujuran dan keikhlasan untuk menyelesaikan konflik secara bermaruah, hakiki dan berkekalan.
Manakala, resolusi merupakan jembatan perdamaian dan dapat juga diartikan sebagai peta jalan untuk mencegah atau menyelesaikan konflik secara terstruktur dan sistematis. Pencegahan dan penyelesaian konflik harus diawali dengan pemahaman yang mendalam tentang konflik yang dianggap sebagai penyakit.
Pengenalan yang mendalam soal konflik akan memudahkan kita untuk mencegah dan menghentikan kekerasan yang mungkin saja timbul sejak awal konflik, bahkan tidak menutup kemungkinan konflik kekerasan massal dapat memusnahkan kehidupan.
Pencegahan sejak awal konflik akan memberikan jalan untuk disiapkan suatu jembatan perdamaian, yang dimungkinkan untuk dimulainya proses rekonsilisasi yang akan melibatkan semua pihak, baik korban, maupun pelaku.
Melalui proses rekonsilisasi akan ditetapkan bersama suatu strategi jangka panjang untuk menjamin keberlanjutan perdamaian, akhir dari keseluruhan rangkaian penyelesaian konflik adalah desain untuk menciptakan langkah strategis dalam mencegah konflik pada masa mendatang.
Demikian, menurut data Deepsouthwatc (DSW) telah tercatat sejak awal Januari 2004 hingga November 2021, dari total 21.270 kasus, sebanyak 7.305 jiwa meninggal dunia dan 13.563 orang mengalami luka-luka. (rls/pena selatan)