JAKARTA, Pelitajakarta.com – Seniman asal Kendari, Achmad Zain, menggelar pentas monolog di pelataran kawasan Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki. “Ini kisah nyata dari seorang Bupati Buton tahun 1964-1969 yang difitnah sebagai PKI. Istrinya masih hidup hingga sekarang. Lalu seorang teman terinspirasi membuat puisi berjudul Reportase Kematian. Dari situ saya tertarik untuk membuat suatu pertunjukan,” terang Zain, usai pementasannya, Sabtu (4/11/2017).
Zain menuturkan, cerita tersebut merupakan media baginya dalam merenungkan sebuah makna hidup. “Manusia sekarang cenderung untuk mencari benar dan salah, bukan mencari baiknya. Kalau semua orang mencari baiknya, maka tidak akan ada sengketa, konflik dan kekacauan,” ungkap Zain.
Aksi monolog Achmad Zain sekaligus dilakukan bertepatan dengan usianya yang ke-50. “Jadi ini sebagai hadiah ulangtahun untuk diri saya sendiri. Saya ingin berbuat sesuatu untuk menunjukkan jati diri saya dalam berkesenian,” terang Zain yang mendirikan sebuah kelompok teater di Kendari sejak tahun 1992 silam.
Pentas monolog yang digelar di depan Galeri Buku Bengkel Deklamasi, Taman Ismail Marzuki ini merupakan pentas ke-43 kalinya dari rencana 50 titik pentas yang akan ia bawakan. “Awalnya saya lakukan ini di Kendari, lalu masuk ke kabupaten-kabupaten, seperti Kendari, Muna, Kolaka. Setelah itu saya mulai keluar dari wilayah Sulawesi Tenggara,” jelasnya.
Dari Sulawesi, Achmad Zain mementaskan monolog ini di Bengkulu, tepatnya dalam acara Bengkulu Art Festival, beberapa bulan lalu. Selain itu, Zein juga membawakan repertoar ini ke Bandung, Ciamis, Tasikmalaya, Surabaya, hingga ke Mataram, Nusa Tenggara.
Zain menuturkan, monolog yang terinspirasi dari puisi dan kisah nyata ini, terus mengalami perubahan di setiap pentasnya. “Ini suatu representasi bahwa manusia terus menerus berproses. Begitu juga proses kreatif dalam berkesenian,” terang Zain, yang akan kembali mementaskan monolog ini pada 9 November mendatang, masih di kawasan Taman Ismail Marzuki.
Pentas monolog seniman asal Kendari, Sulawesi Tenggara ini, memang tidak masuk dalam agenda acara Taman Ismail Marzuki. Kendati demikian, cukup banyak penonton yang mengapresiasi pementasan ini, tak terkecuali dari kalangan sesama seniman.