Pengakuan sang tokoh, kontan membuat penegak hukum kelabakan untuk mencari solusi atas kehebohan yang diprediksi akan terjadi. Sebagai penegak hukum, Marwoto berjanji akan segera mencarikan solusinya. “Nggak mungkin saya carikan solusi pura-pura sakit.. Itu klise, pak.. Itu levelnya abal-abal.. Saya akan cari solusi yang levelnya agak tinggi sedikit, yang lebih elegant,” jawab Marwoto yang disambut gelak tawa di barisan penonton.
Gelak tawa penonton seakan tidak henti-hentinya terdengar. Lebih-lebih saat adegan dua komedian, Cak Lontong dan Akbar di set rumah sakit. Pun demikian ketika adegan di pengadilan yang menghadirkan deretan komedian asal Yogyakarta; Marwoto dan Trio GAM di barisan meja majelis hakim dan maestro Ludruk Cak Kartolo sebagai terdakwa, yang menjadi tumbal sang koruptor.
Penjara menjadi setting adegan pamungkas yang sekaligus menuntaskan skenario pertukaran jiwa antara Butet sang koruptor dengan Cak Kartolo, tumbalnya. Tuhan tidak tidur. Karenanya, tidak akan ada kebohongan yang bisa dengan leluasa merajalela selamanya.
Pertunjukan lakon ‘Koruptor Pamit Pensiun’ yang berlangsung 20 dan 21 Oktober 2017 lalu agaknya lebih mengedepankan unsur hiburan, bukan suguhan teater yang perlu banyak menyerap pikiran penonton, atau terlalu memforsir kehandalan akting para pemainnya. Begitupun cerita yang diangkat, yang terasa jelas berbanding lurus dengan isu-isu hangat dan menjadi bagian dari keseharian. Kehadiran para penari dari I-Movie Project dan suara merdu Sruti Respati, cukup memberi jeda yang menyegarkan dari keseluruhan tontonan. Tak heran jika usai pertunjukan berdurasi 3 jam ini, penonton pun terlihat tetap semangat dan puas. Karena memang, pementasan produksi Indonesia Kita yang didukung Bhakti Budaya Djarum Foundation ini berkeinginan untuk menyakinkan penonton agar bersemangat mendukung dan mengapresiasi karya seni budaya.